Selalu ada cerita tatkala Nda pulang, kadang cerita sedih yang
membuat kita menangis bersama di kamar kadang juga cerita senang yang membuat
kita semangat melalui kehidupan ini dengan rasa syukur, bukan kalau lagi sedih
tidak bersyukur ya, tapi tatkala dapat berita b`ik rasa dihati kita berdua ini
semakin yakin, bahwa kita menjadi salah satu umatNya yang diberkahi.
Nah, kalau cerita kemarin ini sebenarnya cerita sedih, mudah-mudahan aku
kuat untuk menulisnya. Maaf jika
sedikit sentimentil. Rasa tidak enak ini sebenarnya datang sebelum
ada berita dari seorang teman yang mengabarkan, bahwa dosen semasa kuliah S1
aku dulu sakit.
Sebelumnya kita ngobrol biasa saling tanya kabar, namun menjadi
perbincangan serius ketika sampai ke pembicaraan tentang Pak Lukas.
Lisa: “oh ya Sari, pak Lukas sakit lo..”
Kesan pertama, aku mengganggap ohh paling jantungnya lagi kumat.
Aku: “sakit apa mbak? Jantungnya kambuh ya?”
Lisa: “susah untuk menjelaskan penyakitnya, beliau sempat jatuh di
kamar mandi C9 dan tidak bisa bangun, sekarang kalau berjalan agak susah, harus
di papah, ruangan kerjanya dipindah ke C10 di lantai 1 dan tidak boleh bawa
mobil sendiri”
Mulai khawatir dengar ceritanya….
Aku: “lohh sakit apa mbak?”
Lisa: “katanya otaknya kena virus dan mengalami penyusutan volume
sel otak, sekarang beliau sudah tidak bisa mengingat orang, diajak bicara pun
susah, badannya kurus sekali, istrinya kerepotan karena susahnya diajak
komunikasi, kasihan melihatnya tapi mau gimana lagi ya….udah dapat cobaan
seperti itu”
Jedarrrrrrr…..pikiranku sempat nge_blank..dan jantung berdegup
kencang..tak terasa mata berair..nangis. Berarti firasatku beberapa hari
sebelumnya yang ingat pak Lukas terus,,dan wajah beliau seakan-akan selalu
terlihat di depan mataku itu adalah pertanda terjadi sesuatu dengan beliau.
Tidak percaya dengan kabar yang diceritakan mbak Lisa padaku, tidak
bisa membayangkan seorang pak Lukas yang tinggi besar, tegas, berwibawa,
perfeksionis, dan tak jarang menjadi sosok kontroversi karena aktif, penuh ide
kreatif dan inovatif yang membuat teman-teman dosen yang lain iri dan selalu
memojokkan beliau, sekarang menjadi seseorang yang jika benar apa yang diceritakan
mbak Lisa bisa dikatakan useless person
(mau cari kata yang lebih tepat susah) karena beliau memang seorang dosen yang
tidak pelit ilmu dan tidak suka membuang waktu percuma, jika masih ada sesuatu
yang bisa dikerjakan pasti beliau kerjakan. Salut dengan semangatnya.
Tidak hanya teori yang beliau ajarkan namun praktiknya pun tidak ada
satu materi yang terlewatkan. Dari beliau aku belajar tentang pentingnya ilmu
taksonomi dan fisiologi, dari beliau aku belajar bagaimana kita harus hidup
saling menghormati antar umat beragama. iya, beliau memang protestan namun
tidak sekalipun mempermasalahkan latar belakang keyakinannya pada mahasiswanya,
justru aku bisa berkawan dengan seorang penganut katolik hingga sekarang karena
ajaran beliau, karena sewaktu kuliah dulu kami berdua menjadi mahasiswa
“tersayangnya”, bukan karena pintar atau gimana, mungkin beliau menganggap kita
berdua mampu mengemban amanat dan dipercaya bisa mengajarkan adik tingkat
tentang materi “Kultur Jaringan Tumbuhan, Fisiologi Tumbuhan, Mikrokteknik
Tumbuhan” dengan baik. Mata kuliah y`ng belum pernah dijadikan skripsi itupun
bisa kami laksanakan dengan baik atas bimbingan beliau, dan menjadi pionerr
penelitian buat adik tingkat kami di Jurusan Biologi Universitas Negeri
Surabaya. Berkat beliau juga, aku bisa paham tentang produksi jamur edible yang
sangat baik untuk dikonsumsi, karena sewaktu kuliah dulu kami diajarkan dari
proses isolasi, perkembangan hingga proses pasca panen jamur tiram dan jamur
kuping yang berujung terbakarnya kumbung jamur kami karena ulah dari seseorang yang
tidak suka dengan ide-ide cemerlang kami.
Yah, begitulah Pak Lukas ide-idenya selalu ditanggapi kontroversi
oleh sesama teman dosennya kala itu.
Karena aku menjadi asistennya selama 2 tahun lebih (kira-kira)
banyak hal yang kita pelajari bersama, aku selalu menjadi pemakalah dari
penelitian kita di forum seminar, sering diajak makan di sela-sela istirahat
praktikum, diajak ke perkebunan jamur beliau di Pacet, bahkan saat aku kuliah
S2 di Malang aku masih sering ke Unesa hanya untuk mempererat tali silaturrahmi
dan diskusi ilmu, beliau tidak pelit untuk minjamin bukunya padaku, diantar
pulang ke terminal supaya aku tidak kemalaman sampai Malang, bahkan sempat nganterkan
aku ke erha clinic looo…pokoknya beliau dosen yang sangat baik sekali. Kita
begitu dekat, bahkan aku sudah menganggap beliau seperti orang tuaku sendiri. Dan
berkat ilmu dari beliau juga aku bisa bekerja di tempat kerja ku sekarang.
Jika Pak Lukas sakit wajar aku menjadi sedih dan menangis, dan
berfikir dosa apa yang pernah beliau lakukan hingga orang sebaik beliau
mendapatkan ujian yang berat seperti ini. Ini bukan kapasitasku menjawab,
urusan beliau dengan Tuhannya. Yang jelas, dengar kondisi beliau seperti ini
aku pengen cepat-cepat menjenguk, jika masih ada kesempatan bertemu mengapa
tidak.
Dan jadilah tanggal 11 Oktober aku ke Surabaya bersama Nda. Janjian
ketemuan di rumah teman seperjuangan dulu, Lusi. Sampai di rumah pak Lukas,
pikiranku langsung teringat waktu dulu masih sering ke tempat ini, tidak banyak
berubah..pagar besi putih agak kusam, tembok rumah warna putih yang sudah
memudar, halaman rumah yang dipenuhi tanaman seolah-olah tak terawat, mobil
Kijang LGX putih gadingnya juga masih ada di garasi mobil, ruang tamu yang
masih penuh dengan tumpukan buku menjadi ruang untuk duduk semakin sempit dan
cermin di belakang lemari penyekatnya masih menempel kaku seolah menyambut tamu
yang datang. Bedanya, aku tidak bertemu dengan sesosok pria gagah dengan
gerakan cekatan menyambut tamu dengan senyuman khasnya yang ramah, yang kutemui
dari balik lemari hanyalah seorang pria tua, badannya kurus dan semakin membungkuk,
berjalan pelan dengan tatapan mata penuh heran, beliau tidak tahu siapa yang datang
berkunjung.
Perasaanku saat itu hanya satu, sedih.
Sedih, karena seolah-olah kita berada di dunia yang berbeda. Saat
aku menyalami beliau, tidak ada kata-kata penyambutan, hanya tatapan kosong
yang beliau perlihatkan, dan tangannya pun tidak bisa menggenggam dengan kuat karena
2/3 ruas jarinya sudah kehilangan syarafnya. Astaghfirullahhh… ternyata pak
Lukas benar-benar sudah tidak mengenali orang, beliau tidak bisa mengingat
peristiwa yang baru-baru terjadi. Beliau menjadi orang asing yang hidup di
tahun ’70-’80 an karena yang diingatnya hanya saat beliau kuliah S1 dan S2
dulu. Berbicara sendiri seolah-olah beliau baru saja mengalami peristiwa belajar
dengan teman kuliahnya yang dianggap pintar karena sering menyalin buku bab
demi bab dari perpustakaan dan mempelajarinya bersama, pernah juga beliau
mengoceh bahwa di tahun ’73 beliau
sempat terancam keselamatannya karena pernah ditodongkan clurit saat naik bus
kota menuju kampus. Melihat pak Lukas seperti itu benar-benar buat aku sedih. Tidak
ada lagi pak Lukas yang dulu, tidak ada lagi pak Lukas yang penuh semangat,
segala hal tentang Kultur Jaringan Tumbuhan aku yakin tidak tersisa di sel
otaknya. Sayang sekali….
Ternyata setelah istrinya bercerita, Pak Lukas sakit akibat
jantungnya yang melemah, beliau malas untuk check
up karena merasa sehat (ternyata typical
orang tua tidak bisa menghadapi kenyataan). Akhirnya kondisinya melemah. Tahun
2011 akhir sempat drop karena ternyata sel otaknya mengalami autoimmune,
terjangkit virus yang mana antibodynya tidak bisa memusnahkan virus itu
akhirnya antibodinya yang diserang virus itu dan menjadi autoimmune. Puncak
sakitnya yaitu pada Mei 2012, beliau sering jatuh di kamar mandi kampus, dan
kejadian yang paling fatal saat beliau jatuh dari tangga gedung kuliah dan tidak bisa
bangun kembali, seluruh badannya berkeringat dingin, pulang diantar temannya
dan sampai rumah badannya pucat lemah. Putrinya yang menerima kedatangan beliau
langsung melarikan ke rumah sakit. Hasil diagnose dokter ternyata Pak Lukas
mengalami penyusutan sel saraf otak dan sel otot karena jantungnya sempat
berhenti selama 3 menit sehingga suplai oksigen ke otak sempat terhenti.
Terhentinya suplai oksigen tidak bisa menjalankan fungsi otak dengan baik dan
mengakibatkan syaraf pengingat beliau rusak, jadilah beliau tidak bisa mengingat
memory jangka pendeknya dan kakinya lemas untuk jalan karena sel ototnya
tinggal selutut. Innalillahi, Tidak ada seorangpun yang bisa melawan takdir
Allah.
Kondisi beliau memang memprihatinkan, namun aku juga lega karena
bisa melihat kondisi beliau langsung, meski beliau sudah tidak kenal aku lagi,
tapi perasaann bangga masih aku rasakan karena pernah belajar dan pernah
menjadi mahasiswi kebanggaannya. Tugas beliau memang sudah selesai, Namun
insyaAllah amal baik beliau akan tetap berjalan dengan masih berjalannya aliran
ilmu yang aku sampaikan ke mahasiswaku sekarang. Semoga aku bisa menjadi
penghantar ilmu beliau hingga kelak disaat tugasku memberikan ilmu juga
berakhir, amin. Aku tetap bangga pernah menjadi mahasiswanya meskipun beliau
sudah lupa masa-masa berjuang bersama dulu, karena aku yakin di salah satu
bagian otaknya masih terselip ingatan itu, makin yakin karena sebelum drop kata
putrinya beliau sering menyebut nama Sari, Lusi, Sari, Lusi..”yang diceritakan
ya mbak Sari terus” kata Yanti Putrinya.
Dan ini moment yang benar-benar menyentuh hatiku tatkala Bu Lukas
bertanya pada beliau “Pa, masih inget Sari dan Lusi?? Ini Sari dan Lusi ada di
depan Papa sekarang menjenguk Papa” dengan mata nanarnya Pak Lukas memandangiku dan mengangguk
pelan. Rasanya tenggorokanku tercekik menahan haru dan air mata yang
seakan-akan membanjiri pipiku saat itu.
Aku hanya bisa berdoa Semoga Pak Lukas baik-baik saja,,dan masih bisa memberikan manfaat bagi
sesama sebelum dipanggil Tuhan untuk selamanya. Amin Ya Rabbal’alamin.
Semoga ada kesempatan untuk bertemu beliau kembali.
Ini foto kenangan bersama beliau saat masih jadi asisten dosen
sehari setelah wisuda S1.
Aku benar-benar merasa kehilangan...
Syukurilah apa yang kita dapatkan hari ini, detik ini, karena kita tidak tahu apakah esok hari kita masih bisa merasakan hal yang sama.
Komentar