Iya beginilah
kehidupan, kita memang selalu dihadapkan ke suatu persoalan ataupun masalah. Yang
mana kita harus sanggup menyelesaikannya entah secepat mungkin ataupun bertahap
namun pasti. Mengutip quotes sahabat aku Latifah Fajarwati yang sedikit-sedikit sudah
terkontaminasi seorang penulis Darwis Tere Liye.
“ Jika Engkau punya masalah besar,
jangan katakan itu pada orang lain.
Tapi katakan pada
Masalah, bahwa Engkau punya Allah yang Maha Besar”
Benar sekali, kita punya Allah yang Maha
Besar. Itulah yang aku yakini, bahwa semua urusan sulit, semua masalah pasti
akhirnya akan terselesaikan juga.
Berhubung, kita pindah rumah sejak beberapa
bulan lalu, dan beberapa kesibukan yang menyita waktuku. Baru kemarin, aku
mengembalikan Aya ke sekolah (Baca: sekolah di tempat baru). Pencariannya pun
tidak memerlukan waktu lama, sama dengan waktu hunting sekolah satu tahun yang
lalu. Karena kita sudah punya beberapa kandidat sekolahan yang sudah masuk ke
dalam daftar survey. Bedanya, kalo dulu kita punya waktu banyak itu survey. Kali
ini aku lakukan dalam sehari saja. Karena
aku menjelma menjadi seorang wanita yang superrrrr sibuk..ngalah-ngalahin Ibu
Presiden.
Daftar sekolahan yang masuk kategori adalah:
1. PG/TK
As-Sabilillah : PG islam, kepunyaan Yayasan Matahari Biru, jarak dari rumah
sekitar 1 km, jalur macet, dan melintas rel Kereta Api, UM+SPP dsb standart ke
atas.
2. PG/TKIT
Insan Kamil: PG Islam Terpadu, lebih
mengutamakan pembelajaran Akhlak dan memperlakukan anak dengan hati (seperti
logonya), jarak dari rumah hanya sekitar 300 meter keluar perumahan, bebas
telatttt…, UM+SPP+infaq+dll standart ke atas.
3. PG/TK
Bunga Bangsa: PG umum (karena seragamnya tidak berjilbab), jarak dari rumah
sekitar 500 meter, biaya murah karena dapat subsidi silang dari pemerintah.
4. PG/TK
Cendekia: PG Islam, jarak dari rumah sekitar 550 meter, biaya standar menengah.
5. PG/TK
Mutiara Hati: PG umum, jarak dari rumah
sekitar 750 meter, biaya standar menengah.
Dari kelima kandidat, terus terang pertama
kali saya sudah jatuh cintahh dengan yang pertama, karena masih satu yayasan
dengan sekolah Aya yang dulu, berharapnya Program sekolahnya juga tidak jauh
beda. Sampai-sampai berencana membeli rumah di sekitar sana.
Tapi,,,setelah survey tanggal 22 Agustus kemarin,
bertemu Kepala sekolah dan mengutarakan keperluanku untuk mendaftarkan aya. Ada
kesan penolakan disini, karena quota sudah melebihi batas, di sini untuk PG
sudah ada 2 kelas dan masing-masing kelas sudah diisi 23 anak. Dan alasan kedua
karena pendaftaran juga telat. Kata kepala
sekolahnya belum tau bisa diterima atau tidak, dan jika anak masuknya telat,
takut merasa minder karena ketinggalan dari teman-teman yang lain.
Dari situ saya merasa sedikit kecewa dengan
perkataan KepSeknya. Emang mau diajarin apa? Kok belum apa-apa sudah divonis
Aya bisa minder, aya gak Pede, Aya kalah pinter, Aya bakal ketinggalan de es
breee, de es bre,,. Bukannya kalau masih PG itu waktunya bermain, bersosialisasi,
dan memperdalam akhlak? Jika dalam ilmu pendidikan, penilaian yang paling utama
itu tentang penilaian afektif (sikap), bagaimana anak bisa bersikap santun, sayang
terhadap teman, hormat pada guru, patuh pada ortu dan taat pada Allah SWT. Untuk
kognitif sebatas mengenal huruf, angka, bukan dituntut untuk bisa fasih
membaca. Sedangkan psikomotornya mereka
sudah melakukannya di sela-sela bermain. Jika sikap anak menjadi tidak PEDe
karena kalah start dengan yang lain, aku rasa itu adalah tugas seorang guru
untuk menyelesaikan dan membuat seorang peserta didik bersemangat kembali, di
samping peran orang tua sebagai tameng pertama. Bukan menyerah sebelum berperang.
Dan lagi…aku berpendapat tidak semua anak seperti itu. Bagi seorang Aya,
bersosialisasi adalah hal yang mudah, dia pasti menggunakan tahap pengamatan,
pendekatan dan jika cocok sama dia, pasti langsung enak dan nyaman. Guru-guru
di Malang seperti itu, beliau bisa dekat sama semua anak, karena memperlakukan anak
sebagai anak manusia.
Kembali ke bu Kepsek, setelah beliau
konsultasi pada guru kelas PG, akhirnya aku diberi kesempatan untuk beli
formulir pendaftaran dan menetapkan tanggal observasi untuk Aya. Jadilah 1 September untuk observasi. Namun, setelah
sampai rumah, sepertinya aku harus survey ke beberapa sekolah lagi. Tidak bisa
menetapkan harapan hanya pada satu sekolah. Seminggu berikutnya saya survey ke
sekolah no.2. Alhamdulillahh di sekolah ini saya mendapatkan pencerahan. Bertemu
langsung dengan kepala sekolah, mengutarakan maksud dan tujuan, ternyata quota
masih ada untuk kelas B, yaitu 14 anak dalam 1 kelas (lebih efektif
dibandingkan sekolah yang pertama) dan tiap kelas diajar oleh 2 orang guru, perfect. kemudian Aya dibawa ke dalam,
observasi diri dan lingkungan sekolah, lima menit kemudian saya Tanya ke Aya
mau tidak sekolah disini? Dengan tegas dia menjawab mau. Karena, temannya
banyak, dan sekolahnya warna pink. Hahahaaa……cocok deh kalau begitu.
Untuk kandidat sekolah yang lain, saya Tanya info
ke beberapa teman yang anaknya sekolah disana. Memutuskan tidak melanjutkan survey
karena sudah dapat sekolah yang cocok di hati, nyaman buat Aya, dekat dengan
rumah, dan lokasinya bersahabat dengan lingkungan, karena jauh dari hiruk pikuk
kendaraan bermotor dan tanpa melintas rel Kereta Api, bebas macet pula. Oke dehh,
Nda-e Aya juga langsung setuju, walaupun biaya masuknya bikin perut mules. Merasa
sayang aja kalau kita bayar segitu banyak hanya untuk 10 bulan ke depan. Tapi demi
masa depan anak, ini adalah tugas orang tua untuk mengantarkan anak ke sana.
Bismillahirahmanirrahim, Insan Kamil terpilih
untuk menjadi Sekolah Aya berikutnya.
Allah Yang Maha Besar telah memberikan kami
jalan keluar.
Dan inilah ekspresi kegembiraan Aya bersekolah di Insan Kamil
Komentar